Rabu, 27 Februari 2013

BUKTI NON FIKSI PERLINDUNGAN KHILAFAH BAGI PEREMPUAN

Wanita atau Perempuan, makhluk cantik ciptaan Allah Swt ini bukanlah selebriti di antara makhluk-Nya yang lain. Bukan pula makhluk yang Rasulullaah saw ibaratkan layak untuk disembah. Akan tetapi, profilnya selalu menarik untuk disisir laksana mencari mutiara di kedalaman samudra berkarang terjal. Terbukti, dalam sejumlah peradaban manusia, antara lain Yunani, Romawi, India, Yahudi dan Arab Jahiliah, perempuan hanya dipandang sebagai bakteri yang tidak layak untuk sekedar hidup. Bahkan dalam peradaban Barat yang dikatakan modern, perempuan hanya menjadi komoditas permainan dan kesenangan ketika masih muda, menarik dan cantik. Akan tetapi saat lanjut usia, bukan tidak mungkin jika nasibnya berakhir di tengah lingkungan panti jompo, na’udzubillaahi min dzaalik. Maka ingatlah bahwa sepanjang sejarah, perempuan tidak pernah mendapatkan kedudukan yang terhormat, kecuali dalam ajaran Islam (Buku Siroh Shohabiyah Jilid 2). Islam telah jelas memuliakan perempuan tanpa limit satuan, karena kemuliaan perempuan tertuang di dalam Al-Qur’an yang kebenarannya dijaga oleh Allah Swt hingga akhir zaman.

Akan tetapi, realita buruknya kondisi masyarakat termasuk perempuan, merupakan hal yang wajar jika dikaitkan dengan situasi global yang tengah didominasi sistem kapitalisme. Sistem yang tegak di atas asas sekularisme-liberalisme ini memang memiliki watak imperialistik dan eksploitatif. Dan ini tercermin dalam berbagai aturan hidup bebas yang dilahirkannya. Masih segar dalam ingatan, sejak tahun 2010 yang berpuncak di akhir 2011 hingga awal 2012, kasus pelecehan seksual di kendaraan umum telah menjadi hal yang wajar. Mulai dari kejadian pelecehan seksual di KRL Jabodetabek dan bus transjakarta, pemerkosaan di mobil angkutan perkotaan, hingga pelarangan rok mini bagi staf perempuan di Gedung DPR.

Ambillah contoh kasus di bus transjakarta. Bus yang lebih akrab disebut busway ini telah menjadi transportasi sehari-hari bagi mayoritas karyawan dan karyawati perkantoran yang notabene adalah kaum terpelajar. Namun kenyataannya, nafsu tidak mengenal pendidikan dan tempat. Apa mau dikata, inilah prinsip kebebasan individu yang menyimpang, bertindak bebas menurut pembenaran pemikiran sendiri tanpa memperhatikan orang lain. Solusi pemisahan antrean khusus penumpang laki-laki dan perempuan di halte-halte busway terbukti tidak efektif. Penumpang, baik laki-laki maupun perempuan, tak dijamin dapat tertib di jalur antrean yang disediakan, karena dalam keadaan terburu-buru. Begitu juga dengan solusi busway khusus wanita, karena tidak menutup kemungkinan pelecehan oleh sesama wanita yang mengalami kelainan seksual (kompasiana, 24/08/2011).

Lain Indonesia, lain pula di Barat. Di AS sebagai jantung kapitalisme, telah dilansir berita tentang Jessica Simpson, seorang aktris dan penyanyi, yang menjadi model foto tanpa busana dan tengah hamil tua untuk sampul majalah Elle edisi bulan April 2012 nanti. Selebriti dunia yang pernah berfoto semacam Simpson antara lain Demi Moore, Britney Spears, Mariah Carey, Claudia Schiffer dan Christina Aguilera (antaranews.com, 08/03/2012). Dan yang sangat menakjubkan, berita ini masuk kategori terpopuler di setiap laman manapun dan saat mengakses berita apapun di dunia maya. Dengan kata lain, berita ini juga telah menjadi berita terpopuler di dunia. Tentu terbayang pula bagaimana komentar-komentar yang beredar seputar kemunculan foto tersebut. Kata-kata tidak senonoh sudah pasti tidak dapat dihindari. Demikian kiranya saat morfologi tubuh telah menjadi komoditas ekonomi kapitalistik, na’udzubillaahi min dzaalik…

Maka, perempuan seperti inikah yang layak dilindungi? Mereka tidak menghargai kehormatannya sendiri. Lebih parahnya, masyarakat dunia menikmati, negara-negara sekular pun memfasilitasi. Tak heran jika sampai muncul survey tentang negara yang paling banyak mengakses situs porno, di mana Indonesia termasuk salah satu dari 10 besarnya (kompas.com, 15/03/2012). Namun, perempuan semacam ini memang tetap berhak dilindungi, tapi mereka juga harus dibuat mengerti mengenai sisi kemuliaan yang mereka miliki. Jangan-jangan, mereka sendiri tidak pernah mengetahui sisi kemuliaan dirinya yang harus terjaga. Faktanya, mereka menghalalkan segala cara hingga menjual kemolekan tubuhnya pun karena motivasi ekonomi. Sebagaimana kisah seorang perempuan yang rela menjadi bintang utama film porno dengan bayaran hanya Rp 250.000,- untuk satu kali shooting film (inilah.com, 12/03/2012). Betapa murahnya.

Islam adalah aqidah aqliyyah yang terpancar darinya aturan. Syariat Islam telah memerintahkan negara untuk menjamin kebutuhan kolektif warga negara tanpa membedakan kaya atau miskin. Warga negara dipelihara oleh negara hingga menjadi masyarakat yang cerdas, sehat, kuat dan aman. Islam pun telah dengan sangat jeli mengatur kemuliaan perempuan sebagai bagian dari perintah Allah Swt. Nabi saw bersabda sebagaimana dituturkan oleh Ibnu Umar: “Ingatlah, setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya....” (HR. Bukhari, Muslim).

Bicara pemuliaan perempuan, maka harus dikembalikan bahwa sejatinya setiap muslim memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan kapasitas yang telah Allah Swt tetapkan. Ketaatan masing-masing individu terhadap peran dan tanggung jawab tersebut akan menentukan kemuliaan dan derajat seseorang. Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa…” (QS Al-Hujurat [49]: 13).

Jika sistem kapitalisme-sekular terbukti gagal mensejahterakan apalagi memuliakan dan melindungi perempuan, maka sekarang saatnya menguji kemampuan sistem Islam sebagai satu-satunya sistem pengganti kapitalisme. Sistem Islam yang akan diimplementasikan secara riil oleh institusi negara, yaitu Daulah Khilafah Islamiyyah. Kesejahteraan secara umum diartikan sebagai optimalisasi pemenuhan seluruh potensi yang dimiliki manusia, baik yang terkait dengan kebutuhan pokok (al hajat al asasiyah) seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan termasuk agama sebagai tuntunan hidup, maupun pemenuhan kebutuhan pelengkap (al hajat al kamaliyat) yang berupa kebutuhan sekunder dan tersier.

Terkait dengan jaminan keamanan sebagai perlindungan atas kehormatan perempuan, maka penerapan aturan yang tegas dalam bentuk sanksi diberikan kepada siapa saja yang akan mengganggu keamanan jiwa, darah, harta bahkan kehormatan orang lain, baik pelakunya berasal dari kalangan pejabat negara, keluarga penguasa maupun rakyat biasa (perempuan-laki-laki, kaya-miskin, muslim-nonmuslim). Islam memandang perempuan sebagai suatu kehormatan yang wajib dijaga dan dipelihara. Islam mensyariatkan kerudung dan jilbab adalah untuk menjaga dan memelihara kehormatan itu. Nabi saw bersabda: “Perempuan itu adalah aurat.” Badan perempuan harus ditutupi sebagai aurat yang merupakan kehormatan baginya. Jika aurat itu dilihat orang yang tidak berhak, maka perempuan itu dilecehkan kehormatannya.

Dalam Islam, perintah menutup aurat tercantum dalam QS. An-Nuur [24] ayat 31 dan QS. Al-Ahzab [33] ayat 59 berikut ini:

“Katakanlah kepada perempuan yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau perempuan-perempuan islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur [24]: 31).

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab [33]: 59). -- [1232] Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.

Peraturan-peraturan Islam merupakan hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan ibadah, akhlak, makanan, pakaian, mu’amalah dan ‘uqubat. Hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan ibadat, akhlak, makanan dan pakaian termasuk hukum yang tidak boleh dicari ‘illat-nya. ‘Illat adalah latar belakang diberlakukannya suatu hukum. Hal ini berarti, hukum yang seperti ini diambil sesuai dengan apa yang tercantum dalam nash. Kaidah yang demikian juga berlaku untuk hikmah yang tersebutkan dalam nash-nash syara’, maka pengertian hikmah pun terbatas pada apa yang tercantum dalam nash dan diambil hanya dari nash, tidak boleh dianalogikan dengan hal yang lain (Kitab Mafahim HT). Jika dalam terjemahan QS. Al-Ahzab ayat 59 disebutkan bahwa “Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu”, maka ini menunjukkan bahwa mengenakan jilbab itu mengandung hikmah, yaitu supaya perempuan tersebut lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu.

Hal ini sebagaimana kisah di zaman Rasulullah saw. Jika orang-orang fasik melihat seorang perempuan yang mengenakan jilbab, maka mereka mengatakan bahwa ini perempuan merdeka dan mereka tidak berani mengganggu perempuan itu. Jika mereka melihat perempuan itu tidak mengenakan jilbab, maka mereka mengatakan bahwa ini budak perempuan, sehingga mereka menggodanya. Perempuan berjilbab itu menjadi mulia karena diketahui bahwasanya mereka adalah perempuan merdeka sehingga orang-orang fasik itu tidak mengganggunya. Orang-orang fasik tidak berani mengganggu muslimah, karena pelecehan terhadap muslimah akan menerima hukuman besar. Disamping itu, segala gangguan dan pelecehan terhadap muslimah pada hakikatnya adalah pelanggaran terhadap kehormatan kaum muslimin secara keseluruhan (Buku “Jilbab, antara Trend dan Kewajiban”).

Khilafah Islamiyyah memberikan keamanan yang nyata kepada warganya, termasuk perempuan, dari gangguan yang merusak kehormatannya. Cukuplah kisah tentang perang Bani Qainuqa’ sebagai bukti. Pada saat itu pasar Bani Qainuqa’ (salah satu komunitas Yahudi di dalam kota Madinah) sedang dalam suasana yang ramai hingga datang seorang perempuan Arab dengan membawa perhiasan untuk dijual di pasar tersebut. Perempuan itu duduk di kedai tukang emas milik salah seorang Yahudi. Tiba-tiba datang seorang Yahudi lainnya dari arah belakang perempuan itu secara mengendap-endap dan mengikat baju perempuan itu dengan alat pengait ke punggungnya. Ketika perempuan itu berdiri, auratnya tersingkap dan orang-orang Yahudi tertawa terbahak-bahak sambil menghina. Seorang laki-laki Muslim yang kebetulan melihatnya menjadi marah. Dia menikam tukang emas itu lalu membunuhnya. Pembunuhan ini mengundang kemarahan kaum Yahudi. Mereka beramai-ramai mengeroyok orang Islam itu dan membunuhnya. Keluarga Muslim yang terbunuh tersebut berteriak meminta tolong kepada kaum Muslim untuk menghadapi kaum Yahudi, lalu mereka datang menyerang kaum Yahudi. Sehingga terjadilah perselisihan antara kaum Muslim dan orang-orang Yahudi. Sebelum kerusuhan pecah dan semakin meluas, Rasul saw sebenarnya sudah meminta kaum Yahudi agar menghentikan gangguan mereka, namun kumpulan manusia terkutuk ini justru makin menampakkan kemarahan. Rasul SAW terpaksa keluar bersama-sama kaum Muslim dan mengepung Bani Qainuqa’ dengan sangat rapat selama 15 malam.

Perlindungan serupa juga terjadi pada masa kepemimpinan Khalifah Al-Mu’tashim di mana pernah terjadi pelecehan seorang Muslimah oleh pejabat Romawi di kota Amuria. Dalam menindaklanjuti pelecehan ini, Khalifah Al-Mu’tashim pun menurunkan ribuan pasukan hingga akhirnya kota Amuria ditaklukan hanya gara-gara membela seorang perempuan. Hal ini sangat berbeda dengan apa yang kita lihat pada hari ini. Ketika ratusan TKI mengalami pelecehan seksual, penyiksaan fisik hingga pembunuhan, alih-alih pemerintah bersikap seperti Khalifah Al-Mu’tashim, yang nampak justru mereka lemah dan tidak berdaya. Sungguh ironis!

Kemuliaan perempuan tidak akan pernah terlindungi dalam sistem kapitalistik-sekular meski negara yang menganutnya berpenduduk mayoritas muslim. Formalisasi pemuliaan perempuan memerlukan peran negara sebagai penegak aturan, yaitu aturan Allah Swt dalam pemeliharaan urusan rakyatnya secara paripurna dalam bingkai Khilafah. Dengan demikian, jelaslah bahwa Khilafah Islamiyyah merupakan sistem pemerintahan Islam sebagai kepemimpinan umum kaum muslimin yang menerapkan Islam secara utuh dan menyeluruh dalam pengaturan urusan dalam negeri dan luar negeri. Khilafah Islamiyyah telah terbukti secara de facto dan de jure berhasil menaungi manusia dengan kesejahteraan dan kemuliaan. Kaum perempuan tidak perlu meragukan kemuliaan yang dapat diraih dalam kehidupan di bawah naungan Islam. Kaum perempuan juga tidak harus mengemis sebuah eksistensi. Karena dalam Khilafah Islam, kemuliaan itu bukan fiksi.Wallaahu a'lam bish showab

[sumber;istanaparamufakkirsiyasi.blogspot.com]
◄ Newer Post Older Post ►